Benarkah Fisioterapi Adalah Bagian Dari Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi (?)


PMK no. 65 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi, mempertegas tentang perbedaan Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Pelayanan Fisioterapi. Selain itu, pemahaman dan pengetahuan Fisioterapis tentang perbedaan itu haruslah jelas memperkuat sebuah peraturan. Ada banyak peraturan tdk terimplementasi krn kita sendiri tidak memiliki pemahaman yang cukup. Mengingatkan sy akan artikel saya beberapa bulan yang lalu.

Banyak dikalangan profesional kesehatan yang menganggap bahwa Fisioterapi itu adalah bagian dari Kedokteran fisik dan rehabilitasi, penulis hanya sedikit khawatir jangan-jangan anggapan tersebut juga ada didalam benak para fisioterapis....

Hmmm entah lah. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan:



BENARKAH FISIOTERAPI ADALAH BAGIAN DARI KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI ?


Menengok sekilas tentang sejarah keduanya baik di dunia maupun di Indonesia.


Sejarah Profesi Fisioterapi Di Dunia

Per Henrik Ling, “Father of Swedish Gymnastics” mendirikan Royal Central Institute of Gymnastic (RCIG) pada tahun 1813 untuk massage, manipulasi dan exercise. Di swedia fisioterapist disebut “sjukgymnast” = “sick-gymnast” Yang pada tahun 1887 fisioterapist mendapatkan registrasi resmi oleh Dewan Nasional Kesehatan dan Kesejahteraan Swedia.
Negara-negara lain segera menyusul. Pada tahun 1894 empat perawat di Britania Raya membentuk Chartered Society of Physiotherapy diikuti oleh The School of Physiotherapy di Universitas Otago di Selandia Baru pada tahun 1913, dan di Amerika Serikat 'pada tahun 1914 Reed College di Portland, Oregon.


Sejarah Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Di Dunia

Seorang dokter bernama Frank H Krusen, MD yang mengidap tuberculosis merawat diri sendiri dan meneliti tentang penggunaan pengobatan fisik (Physical Medicine). Setelah memulai program physical therapy di Temple University. Dr. Krusen pindah ke Mayo Clinic pada tahun 1936 di mana ia mengembangkan Departemen Kedokteran Fisik.
Pada tahun 1938, Dr. Krusen mengusulkan istilah "physiatrist" untuk mengidentifikasi dokter yang mengkhususkan diri dalam kedokteran fisik. Untuk menghindari kebingungan dengan psikiatri, ia mengusulkan pengucapan yang berbeda, dengan penekanan pada suku kata ketiga.

Pada tanggal 27 Februari 1947, American Board of Physical Medicine didirikan. Secara resmi diakui oleh ABM (American Board of Medicine) dan AMA. Dr. Krusen menjadi ketua pertama. ***


Sejarah Fisioterapi di dunia dimulai sejak 1813 di Swedia. Sejarah dr. Sp.RM “physiatrist” dimulai sejak 1936. (keberadaan fisioterapi di dunia adalah sejarah yang panjang bukan ?)


MARI KITA MENENGOK KE BANGSA KITA SENDIRI


Sejarah Pendidikan Fisioterapi Di Indonesia

Di Indonesia, Fisioterapi dimulai sejak tahun 1956 untuk pertama kalinya di Rehabilitasi Centrum Prof. Dr. Suharso, Solo. Sekolah Perawat Fisioterapi yang diikuti oleh utusan dari Rumah Sakit dan orang yang telah berpengalaman dalam bidang keperawatan selama 2 tahun dan memiliki ijazah SMP. Kemudian, pada tahun 1957 didirikan Sekolah Assisten Fisioterapi. Perkembangan selanjutnya berdiri Akademi Keperawatan Fisioterapi (1967 – 1970).

Awal berdirinya Akademi Fisioterapi Murni Non. Keperawatan pada Tahun 1970 di Solo-Jawa Tengah. Yang kemudian disusul pada tahun 1984 Akademi Fisioterapi (Akfis Depkes Ujungpandang) di jalan adiaksa, kemudian direlokasi ke daerah Daya Ujungpandang pada tahun 1988. Hingga tahun 2014 setidaknya ada 36 Institusi pendidikan fisioterapi mulai dari jenjang D3, D4 dan S1. Program Pasca Sarjana mulai di rintis atas kerjasama antara universitas Udayana dan Universitas Esa unggul pada program Fisiologi Olah raga dengan konsentrasi Fisioterapi.


Sejarah Pendidikan Dr. Sp.Kfr Di Indonesia

Pada tahun 1987 Program dokter spesialis rehabilitasi medik didirikan sekaligus di 3 universitas antara lain ; Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro dan Universitas Airlangga. Melalui suatu Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 16/DIKTI/Kep/1987, yang ditandatangani oleh Sukadji Ranuwihardjo, tertanggal 2 Mei 1987. Saat ini penyelenggara pendidikan dokter spesialis rehabilitasi medik terdapat di beberapa universitas, antara lain (Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro dan Universitas Sam Ratulangi).

Menteri Kesehatan mengirim dokter umum dari Indonesia untuk mengikuti pendidikan menjadi dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Department of Physical Medicine and Rehabilitation, Universitas Santo Tomas di Manila, Filipina. Beberapa dokter juga telah dikirim untuk mengikuti pendidikan di Praha dan di Belanda. **** Pendidikan Fisioterapi di Indonesia dimulai sejak 1956 di Surakarta. Sejarah dr. Sp.RM “physiatrist” dimulai sejak 1987 serentak dengan satu SK di UI, UNDIP dan UNAIR****


Fisioterapi di Indonesia adalah sejarah yang panjang bukan ?

Setelah kembali dari pendidikan, para dokter yang dikenal dengan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik dengan dukungan beberapa Spesialis yang lain sepakat untuk membentuk Ikatan Dokter Ahli Rehabilitasi Medik Indonesia (IDARI) pada tahun 1982. Nama IDARI mengalami perubahan menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia (PERDOSRI).
Sejak Kongres Nasional IV diadakan pada tahun 1998 di Jakarta, SpRM membentuk Kolegium Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dengan tugas mengawal atau mengampu Pendidikan Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik. Mulai bulan Juli 2009, berdasarkan Surat No.006/Kol.IKFRI/12/V/2009 gelar lulusan berubah menjadi Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp. KFR).


Bagaimana Sejarah Pelayanan Rehabilitasi Medik ?


Sejarah Unit Rehabilitasi Medik Sebagai Unit Pelayanan

Fisioterapi bukan hanya sebagai bagian yang penting dari pelayanan rehabilitasi medis, akan tetapi merupakan inti dari pembentukan Unit Rehabilitasi Medis di Indonesia. Unit Rehabilitasi Medik (URM) dimulai sejak tahun 1973 pertama kali di RS. Kariadi Semarang. SK Menkes No.134/Men Kes/SK/IV/78 menetapkan Unit pelaksana fungsionil Rehabilitasi Medis dikukuhkan menjadi disiplin yang organisatoris dan adminstratif setingkat dengan disiplin-disiplin lain didalam Rumah Sakit. Dalam Tim Unit Rehabilitasi Medis yang saat itu terdiri dari Fisioterapi dan Okupasi Terapi diperlukan suatu sistem yang disebut dengan Sistem Pelayanan Rehabilitasi Medik (SPRM).

Untuk itu sangat penting mengetahui dan memahami perbedaan Unit Rehabilitasi Medis sebagai Unit Pelayanan Kesehatan, Sistem Pelayanan Rehabilitasi Medik (SPRM) sebagai sistem pelayanan. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik (Sp.RM) sebagai Profesi, dan atau keberadaan direktorat dan Unit keterapian fisik sebagai Unit Pelayanan Kesehatan dengan Spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi (SpKFR) sebagai profesi. **** Unit Rehabilitasi Medik (URM) sebagai unit pelayanan di Rumah sakit berdiri sejak 1973 berisikan Fisioterapis dan Okupasi terapis, sedangkan Pendidikan dokter spesialis rehabilitasi medik di Indonesia, pertama kali di buka di 3 universitas negeri pada tahun 1987*** (rentang waktu yang berbeda bukan ???)

Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh Joel Press, MD pada Arch Phys Med rehabil vol. 89, Januari 2008 yang disampaikan pada kongres dokter rehabilitasi medik Amerika (The American Congress of Rehabilitation medicine and the American Academy of physical medicine and rehabilitation). Dengan judul Physiatrist 2007 : Who Are We and Where Are We Going. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penamaan Physiatrist perlu dilakukan perubahan untuk memperkenalkan profesi ini. Selain itu, penelitian ini menunjukkan hanya 2 sampai 3% market penetration dengan nama tersebut. (Masuk akal jika sulit melepaskan diri)


MARI KITA LIHAT ASPEK PERATURAN


Fisioterapi Sebagai Profesi Yang Mandiri Dalam Menjalankan Profesinya

Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 80 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerjaan dan praktik fisioterapis (Pasal 1, ayat 2) menyatakan [:(]
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi”.

Pada PMK No. 80 th 2013 juga memberikan kewenangan dan kemandirian dalam menjalankan praktik dan atau pekerjaan sebagai profesi. Hal tersebut tertuang pada pasal pasal 6 ayat 1 yaitu
Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan”.

Fisioterapis dalam memberikan pelayanan fisioterapi memiliki tanggungjawab profesi yang secara hirarki dapat diawasi oleh fisoterapis dengan kompetensi yang lebih tinggi. Fisioterapis juga bekerjasama/berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Hal tersebut tertuang pada PMK No. 80 th 2013 pasal 6 ayat (4) dan (5), yang menyatakan :

Ayat 4
"Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus bekerja di bawah pengawasan Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis”.

Ayat 5
Dalam hal tidak terdapat Fisioterapis Profesi atau Fisioterapis Spesialis,
Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan dapat melakukan
Pelayanan Fisioterapi secara berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang ada di Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat Fisioterapis Ahli Madya atau Fisioterapis Sains Terapan yang bersangkutan bekerja”.
Untuk menjamin pelayanan fisioterapi yang berkualitas, maka fisioterapis diawasi oleh fisioterapis yang memiliki level kompetensi lebih tinggi. Dalam hal profesi kesehatan lainnya, maka fisioterapis bersifat kolaboratif dan bukan Supervisi.


PMK NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Bagian F. tentang Prosedur Pelayanan
2. Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan RujukanTingkat Lanjutan(FKRTL)

(g). Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri (sebagai bagian dari jejaring FKTP untuk pelayanan rehabilitasi medik dasar) atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

(h). Pelayanan rehabilitasi medik di FKRTL dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik.

Pada bagian ini menunjukkan bahwa Fisioterapis dapat memberikan pelayanan di Tingkat Lanjut (FKRTL) dan Tingkat Pertama (FKTP) sedangkan Sp.KFR hanya pada Tingkat Lanjut (FKRTL).
Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan oleh Sp.KFR, hal tersebut menujukkan bahwa Tindakan oleh Fisioterapis bukanlah pelayanan Rehabilitasi Medik karena tertuang kalimat hanya oleh dokter Sp.KFR.
Dengan demikian Pelayanan Fisioterapi adalah sesuatu yang berbeda dengan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

Pelayanan Fisioterapi saat ini keberadaannya dan penetrasi pelayanan di masyarakat sudah sampai pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas) bahkan Klinik-klinik pratama yang bekerjasama dengan dokter Umum.

Sementara keberadaan Dokter Spesialis KFR/RM sebarannya baru pada wilayah tertentu (sebagian besar Ibukota Profinsi). Hal ini mengakibatkan alur pelayanan pasien yang membutuhkan pelayanan fisioterapi sangat menyulitkan dan menjadi hambatan besar bagi masyarakat karena untuk mendapatkan pelayanan Fisioterapi membutuhkan rujukan dari DPJP dan kemudian membutuhkan rujukan dari Sp.KFR/RM.

Pasien yang seharusnya dapat langsung menerima pelayanan fisioterapi setelah melalui Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) menjadi terhambat karena harus ke ibukota Provinsi yang memiliki tenaga Sp.KFR untuk mendapatkan tandatangan rujukan.


HAL TERSEBUT MENGAKIBATKAN ALUR PELAYANAN YANG TIDAK EFISIEN DARI SEGI WAKTU DAN PEMBIAYAAN BAGI PASIEN DAN JUGA PEMBIAYAAN OLEH BPJS.

Aturan yang ada hanya mewajibkan bahwa pasien di rujuk melalui Dokter penanggung jawaban pasien (DPJP) dan Dokter Sp.KFR bukanlah merupakan dokter penanggung jawab pasien. Maka Jika pasien langsung ke fisioterapi setelah DPJP merupakan prosedur yang benar.

Pelimpahan kewenangan hendaknya mengandung arti bahwa kompetensi yang melimpahkan sesuai dengan yang di limpahkan. Sebagai contoh seorang dokter bedah memiliki kemampuan menjahit bekas insisi kemudian melimpahkan kewenangannya tersebut kepada perawat untuk menutup / menjahit luka bekas insisi. (hal tersebut merupakan pelimpahan kewenangan yang tepat)

Berbeda dengan dokter Sp,KFR yang mana pada kurikulum, proses pendidikannya tidak membentuk kemampuan untuk melakukan tindakan fisioterapi, maka instruksi yang diberikan kepada Fisioterapis bukan merupakan pelimpahan kewenangan.


Hal yang lain yang perlu menjadi perhatian:

Sesuai PMK no 27 tentang Juknis INA-CBGs dan Buku Panduan Praktis Teknis Perivikasi Klaim oleh BPJS dinyatakan bahwa “Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosa dan prosedur serta ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)”.

Dokter Spesialis KFR/RM bukan merupakan salah satu dari Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
Sehingga tidak ada aturan yang mengharuskan menggunakan rujukan Dokter Spesialis KFR/RM tetapi setelah pasien melalui DPJP dapat langsung mendapatkan pelayanan Fisioterapi di wilayahnya.

Kewenangan untuk dapat menerima pasien tanpa harus melalui Sp.KFR/RM di dukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) no No. 80 tahun 2013 tentang penyelenggaraan pekerjaan dan praktik fisioterapis:

Pasal 6, ayat 1 menyatakan :
Fisioterapis dapat menjalankan praktik pelayanan Fisioterapi secara mandiri atau bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan”.

PMK No. 80 tahun 2013, pasal 16
(1). Dalam menjalankan Praktik, Fisioterapis memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan fisioterapi meliputi:
a. asesmen fisioterapi yang meliputi pemeriksaan dan evaluasi;
b. diagnosis fisioterapi;
c. perencanaan intervensi fisioterapi;
d. intervensi fisioterapi; dan
e. evaluasi/re-evaluasi/re-assessmen/revisi.

(2) Dalam melakukan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fisioterapis dapat menerima pasien langsung atau berdasarkan rujukan dari tenaga kesehatan lainnya.
Jika mengikuti ayat tersebut, maka rujukan yang di perlukan cukup dari Dokter Penanggungjawab Pasien (DPJP)

Dalam Hal Perivikasi Pelayanan Oleh Bpjs Maka Wajib Menggunakan Icd-10 Dan Icd-9 Cm.
Dokter Penanggung Jawab Pasien (Dpjp) Telah Menggunakan Icd-10 Dalam Menegakkan Diagnosis Penyakit.

Prosedur Tindakan Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Rehabilitasi Ada Pada Icd-9 Cm Yang Di Terbitkan Oleh Who Tahun 2010.

Dari Icd-9 Cm Tersebut Menunjukkan Dengan Jelas Bahwa Baik Diagnosis Maupun Tindakan Pada Kode Tersebut Adalah Kode Tindakan Fisioterapi (Physical Therapy),

Namun Yang Menjadi Acuan Bpjs Adalah Buku Icd-9 Cm Terbitan Perdosri Yang Telah Diterjemahkan Dalam Bahasa Indonesia Dengan Menghilangkan Kata “Physical Therapy”.

Ada baiknya sejawat men download ICD-9 CM original yang menyatakan physical therapy pada kode tindakan yang ada.

SEKARANG SAATNYA BERTANYA "BENARKAH FISIOTERAPI BAGIAN DARI KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI ??? "
MARI LEBIH CERDAS MEMAHAMI ESENSI DAN BUKAN PADA ISTILAH

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Benarkah Fisioterapi Adalah Bagian Dari Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi (?) "

Post a Comment

Followers